Aku Tidak Pernah Memaksa

Kadang menjadi egois itu perlu. Anda tahu mengapa aku selalu menghindari ‘teman-temanku’ di kampus maupun di tempat lain? Ya, aku butuh kesendirian, bahkan kesendirian itu boleh dibilang kebutuhan primerku selain SPPPK (Sandang, Pangan, Papan, Pendidikan dan Kesehatan). Tapi ada peristiwa yang membuatku begitu jengkel hingga aku marah-marah tidak jelas seerti orang gila di jalanan.

Sebut saja cewek ini si Bengkoang, ya karena dia berkulit putih, berwajah manis, namun dia hidup dilingkungan yang seperti tanah, kotor, banyak cacing dan gak teratur. Bengkoang ini entah kenapa gak ada kata selain benci buat menggambarkan perasaanku ke dia. Kerjaannya selalu ngajakiiiiiiiin terus buat join di bisnisnya (OMG beginilah kalo punya teman seorang marketing). Persahabatan kayak gini udah gak ikhlas, nolak penawarannya sekali, marahnya seminggu. But Let Say (Nadiul banget) Anda salah kalau ngambek sama yang namanya IWAN BUDI SANTOSO. Kalau marah anda hanya mencari sensasi agar aku mendapatkan perhatian, justru aku muak dengan muka badak macam kamu (sory mayori).

Kemarin ia mati-matian menawariku sebuah produk yang membuatku merasa dilecehkan. KRIM PEMUTIH. Tampaknya LO gak pernah baca wordpress ku edisi beberapa bulan yang lalu, bahwa aku benci dengan apa-apa saja yang berbau rasial, terlebih yang cenderung merendahkan. Seperti biasa naluri seorang sales, entah metode penawaran apa yang dia pakai, sepertinya dia sedang dikejar-kejar deadline. Namun ada satu hal yang membuatku tak berdaya, dia menawarkanku  sebuah sepeda yang boleh dipinjam selama satu bulan penuh kalau aku membeli produknya. Baaah tau saja kau kalau aku sudah bosan berjalan kaki sampai betisku sudah tampak kaki kuda.

Tapi jelas saja penawaran bengkoang ini tidak ikhlas membantuku, menolak dengan cara yang halus, sudah bosan bos Tampaknya kali ini aku harus berbuat tegas, karena tindakannya sudah keterlaluan. Malam itu dengan pulsa yang seadanya, ku hubungi dia dan mengucapkan sebuah kalimat

“JANGAN PERNAH HUBUNGIN GUWE LAGI YA”

Lalu ku tekan tombol yang bergambar telepon berwarna merah.

Sebuah kata yang menegaskan pengakhiran sebuah hubungan. Gile, gw ja belum pernah mutusin pacar gw, tapi gw dah memutuskan seorang cewek tanpa perlu pacaran (hahahha  jangan marah ya Ayank, cup cup muah)

Tak lama kemudian HP ku berkelap kelip dengan tulisan “Cewek BrengSEX”. Dan sudah ku duga, Si Bengkoang yang boleh dibilang juragan pulsa itu mengubungi gw. Tapi kali ini dia marah-marah (tidak seperti ketika menjual barang dagangannya yang selalu berbicara dengan manis)

“OWH GITU LO YE, SEKARANG BALIKIN SEPEDA GW”

Eh buset iya sepedanya masih ketinggalan di kostan gw. Tapi untuk membuat efek jera…

“AMBIL DEWEK”

“HEH ITEM LO TUH GAK TAU DIRI YA?”

Whats rasialis banget nih, langsung aja gw semprot…

“Heh denger ye bla-bla bla……%$^%$^&^&**& &*%#^^%^&2^7(8%$$^()_”

Dan gak nyadar kalo aku marah-marah di jalan, dan menjadi perhatian orang lain, anj****t…… Oke tampaknya aku butuh waktu untuk menyendiri, merenungkan apa yang aku alami tadi….

Dan maaf tidak menerima penawaran apapun

One thought on “Aku Tidak Pernah Memaksa

Leave a comment